Selasa, 17 September 2013

Uji Mimis Lokal Bagian 3: Apakah Mimis Ini Aman bagi Laras?

Pada seri posting kali ini saya akan memaparkan hasil observasi saya mengenai uji deformasi mimis. Pada seri posting sebelumnya saya telah memaparkan:
Bagian 1: Harga, Dimensi dan Berat Mimis Buatan Indonesia
Bagian 2: Profil dan Kemasan Mimis Buatan Indonesia

Pada suatu hari saya hendak membeli mimis lokal. Waktu itu dengan meyakinkannya pemilik toko menyarankan saya jangan membeli merk X karena menurut dia bahan mimis merk tersebut keras sehingga tidak aman buat laras. Menurutnya semakin mengkilap suatu mimis, dapat dipastikan bahan mimis tersebut lebih keras dan berakibat buruk bagi laras. Dia menyarankan saya untuk memilih mimis yang lebih kusam karena diyakininya bahan pembuatnya lebih lunak. Setelah saya pelajari beberapa referensi, pernyataan pemilik toko itu cukup masuk akal. Namun masalahnya bagaimana saya yakin bahwa tingkat kekerasan tersebut tidak berdampak negatif terhadap alur laras senapan?

Dalam memilih mimis, kita perlu mempertimbangkan faktor keamanan buat senapan kita terutama keamanan bagi laras senapan. Seperti diketahui secara umum mimis itu terbuat dari timah. Namun dalam prakteknya, untuk mendapatkan tingkat kekerasan dan keawetan tertentu diperlukan penambahan bahan-bahan lainnya ke dalam timah tersebut. Kebanyakan produsen mimis luar negeri seperti Crosman misalnya menambahkan bahan bernama antimoni untuk mencapai kualitas tersebut. Campuran timah dengan antimoni ini akan didapatkan sifat logam yang lebih keras, awet, dan tahan asam.
Saya sendiri tidak mengetahui mengenai penggunaan bahan campuran ini pada produksi mimis di Indonesia. Namun asumsinya bila timah yang digunakan untuk solder saja memiliki standar campuran antimoni minimal 5%, maka mungkin saja praktek penambahan antimoni jamak dilakukan. Tapi bila dilihat dari posting sebelumnya yang menunjukkan beberapa mimis yang teroksidasi sejak dalam kemasan, mungkin juga produsen mimis dalam negeri tidak menggunakan campuran ini. Alasan pernyataan saya karena Indonesia adalah salah satu produsen biji timah terbesar dunia, sehingga untuk mendapatkan timah dalam keadaan murni masih dimungkinkan dan mungkin saja lebih ekonomis.
Niatan spontan awal saya hendak melakukan load stress atau compressive test terhadap koleksi mimis saya. Tapi karena saya harus berurusan dengan laboratorium fisika ataupun jika melakukannya sendiri perlu modal tambahan yang tidak sedikit jumlahnya, maka saya putuskan mencari cara lain yang lebih terjangkau.
Konsep rancangan observasi saya sederhana tapi agak sulit dijelaskan. Konsepnya seperti ini: Jika kita memiliki suatu mimis yang terkenal aman bagi alur laras (misalnya JSB Exact RS milik saya), dan kita dapat mengukur energi mimis itu pada saat tumbukan dan dapat juga mengukur tingkat pemendekan yang diakibatkan momentumnya saat tumbukan tersebut, maka kita dapat membandingkan tingkat kekerasan relatif mimis ini terhadap mimis lainnya.
Jadi pada observasi ini kita akan mengamati pengaruh momentum tumbukan terhadap pemendekan mimis dan juga kehilangan massa. Kehilangan massa saya masukkan juga di sini karena seperti referat saya sebelumnya diketahui energi kinetik yang timbul pada saat mimis melaju akan disalurkan pada sasaran. Energi kinetik ini pada saat tumbukan terjadi, selain akan diubah menjadi suara dan deformasi mimis, juga akan menimbulkan energi panas yang akan menyebabkan sebagian materi mimis akan berubah menjadi debu karena proses penguapan/evaporasi.
Untuk observasi ini saya sudah memiliki mimis kontrol yaitu JSB Exact RS seberat 7.54 grain dan sepanjang 5.50 mm. Saya sudah juga memiliki data berat rata-rata mimis dari Bagian 1, dan tinggal mengambil data kecepatan dan energi yang dikandung mimis tersebut menggunakan chronograph saya.

Gambar 1. Mimis JSB Exact RS. Setelah tumbukan mimis mengalami fragmentasi dan menyisakan berat 6.3 grain. Bagaimana mimis buatan Indonesia?

Pengambilan Sampel Data
Mimis ditembakkan dari jarak 6.5 meter ke suatu lempeng baja. Mimis tersebut ditembakkan menggunakan senapan angin Sharp Ace saya dengan 5 kali pompa. Seperti diketahui melalui tes sebelumnya, senapan saya ini sangat konsisten pada jumlah pompa sebanyak 5 kali. Mimis yang telah mengalami deformasi dan fragmentasi akan diukur panjang akhirnya dan berat akhirnya. Karena keterbatasan waktu di mana saya hanya bisa bekerja dengan ProChrono pada siang hari, maka saya cuma bisa mengambil satu sampel dari masing-masing mimis.
Untuk menghitung kecepatan mimis, saya tempatkan chronograph saya pada jarak 10 cm dari ujung laras, supaya uap air dan minyak yang keluar saat tembakan tidak membuat rancu bacaan sensor cahayanya. Saya juga tidak menempatkan chronograph pada jarak terdekat dengan lempeng baja untuk hasil perhitungan paling akurat, karena saya masih ragu dengan tingkat akurasi mimis-mimis ini dan khawatir juga dengan serpihan proyektil yang mungkin saja dapat merusak ProChrono saya. Dan untuk mengetahui energi yang terkandung dalam mimis itu, saya masukkan data berat mimis rata-rata dan kecepatannya ke dalam rumus yang saya peroleh dari website milik Pyramyd Air ini.

Gambar 2. Setting Senapan, Chronograph, dan Pellet Trap untuk Pengambilan Data. Dalam jarak sangat dekat riset ini bisa jadi berbahaya.

Perlu saya ingatkan bahwa menembak dengan jarak dekat seperti ini sangat berbahaya untuk ditiru. Maka perangkap mimis yang baik dan perlengkapan keselamatan wajib digunakan untuk mencegah hal yang tidak diinginkan.
Perangkap mimis saya gunakan untuk mencegah proyektil dan fragmennya hilang setelah ditembakkan. Setiap sesi menembak saya kumpulkan kembali proyektil dan fragmen yang masih bisa terlihat oleh mata telanjang untuk ditimbang ulang menggunakan timbangan digital milik saya.

Gambar 3. Pellet Trap Custom Darurat. Didesain supaya mimis bertumbukan dengan logam rigid dan setiap fragmen  mimis dapat dikumpulkan lagi untuk kemudian ditimbang.

Hasil
Maaf bagi yang tidak suka statistik. Pada kali ini ada lebih banyak lagi data statistik. Pada Tabel-1 saya tampilkan data hasil pembacaan chronograph saya terhadap kecepatan mimis yang ditembakkan dengan 5 kali pompa. Data kecepatan tersebut lalu saya masukkan ke dalam rumus untuk menghitung muzzle energy dan momentumnya.


Dari data di atas terdapat hal yang menarik yang bisa didapati. Antara lain:
  • MS Gay adalah mimis lokal tercepat. Bila kita mengeksklusikan JSB Exact RS sebagai mimis tercepat, kecepatan mimis ini dapat diprediksi dikarenakan bobotnya yang paling ringan dan mungkin diameter roknya yang lebar.
  • Muzzle energy ternyata nilainya tidak tetap. Sebaran nilai ekstrim yang cukup lebar yaitu antara 5.55-7.77 Joule membuat saya sulit percaya nilai ini cukup konstan. Namun tampaknya memang terdapat hubungan antara kecepatan dan berat mimis. Biar saja orang fisika dan matematika yang membuktikan, tapi saya cukup puas dan menyetujui kesimpulan artikel sebelumnya bahwa kecepatan, berat mimis, dan muzzle energy adalah paket informasi tak terpisahkan untuk menggambarkan kekuatan suatu senapan.

Pada tabel berikutnya ditampilkan bagaimana energi yang terkandung pada setiap mimis tersebut dan bagaimana hubungannya dengan pemendekan panjang awal mimis akibat momentum pada saat tumbukan. Sedikit catatan teori: Pada saat logam mendapatkan tekanan linear, logam tersebut akan menunjukkan sifat elastisitas. Artinya logam yang awalnya memendek akan kembali ke bentuk asalnya setelah tekanan tadi dihilangkan. Namun bila tekanan tersebut semakin ditambah, maka logam tersebut akan menunjukkan sifat plastis. Pada mulanya logam akan memendek tapi kali ini tidak akan kembali pada ukuran semula. Dan bila tekanan tersebut ditambah dan titik kritisnya terlampaui, maka logam tersebut mulai berubah bentuk dimulai dengan barreling (membentuk tong kayu) lalu bila tekanan terus ditambah akan struktur logam akan mengalami kegagalan dan membentuk cendawan (mushrooming). 
Jadi apa hubungannya elastisitas dengan kekerasan? Menurut definisi, kekerasan (materi/logam) adalah kemampuan benda padat untuk menahan perubahan bentuk permanen akibat tekanan yang dialaminya. Berarti untuk logam adalah banyaknya tekanan yang dibutuhkan sehingga logam melampaui fase elastisnya. Di mana nilai kritis dari masing-masing fase ini tidak akan saya cari. Apalagi nilai kritis ini berbeda-beda pada setiap campuran logam. Untuk mengetahui kekerasan mimis ini dan hubungannya dengan keamanan laras, saya cukup mengetahui kekerasan relatif mimis yang saya uji dengan mimis yang sudah dianggap aman oleh kebanyakan orang. Sebagai kontrol itu maka saya gunakan mimis JB Exact RS.


Pada data di atas terlihat bahwa setiap mimis lokal yang saya uji berhasil melampaui kontrol (Kontrol >100%). Artinya setiap mimis lokal yang saya uji lebih lunak daripada mimis kontrol. Bila nilai perbandingan dengan kontrol kurang dari 100%, maka artinya mimis tersebut relatif lebih keras dibandingkan dengan mimis kontrol. Dan dari data ini tidak saya temui adanya mimis yang relatif lebih keras.
Sebagai bukti akan perubahan bentuk atau deformasi yang terjadi pada mimis, saya masukkan juga foto-foto yang saya ambil pada setiap mimis. Mohon maaf bila resolusi-nya kurang baik karena keterbatasan waktu dan sarana yang saya alami pada saat data ini diambil.



Gambar 4. Deformasi dan Fragmentasi yang Dialami Berbagai Mimis Akibat Momentum Tumbukan.

Dari gambar-gambar di atas terlihat bahwa semua mimis memang mengalami deformasi. Tampak semua mimis mengalami perubahan bentuk seperti cendawan (mushrooming). Bahkan ada beberapa mimis yang mulai mengalami fragmentasi akibat tekanan yang dialami melampaui titik kritis ikatan antar molekulnya.
Akibat tumbukan, energi kinetik yang terkandung mimis ini juga akan diubah menjadi energi panas. Pada fragmen logam yang kecil mungkin saja akan terjadi perubahan menjadi debu dan gas akibat panas ini. Maka sisa proyektil ini kemudian saya kumpulkan lagi. Semua fragmen yang masih terlihat mata lalu saya ambil dan saya timbang. Saya masukkan data berat akhir dalam fungsi logika di Microsoft Excel di mana bila nilai akhir berat proyektil lebih rendah dari berat awal, maka kita dapat memperkirakan tingkat penguapan materi mimis ini.
Seperti kita tahu mimis lokal ini tidak seragam beratnya. Sangat mungkin mimis yang secara acak saya ambil memiliki berat yang melebihi berat rata-rata. Masalahnya saya mengambil berat rata-rata sebagai berat awal mimis. Akibatnya jika mimis tidak atau sedikit saja mengalami fragmentasi dan/atau evaporasi, maka berat akhirnya masih lebih besar dari berat awalnya dan data tidak dapat diproses lebih lanjut.


Sebenarnya data di atas hanya data tambahan. Karena bila kita hanya ingin mengetahui tingkat kekerasan, kita akan berhenti berhitung atau membandingkan pada fase elastis saya. Tapi buat saya cukup menarik untuk membuktikan sesuatu yang sudah dikerjakan orang lain. Dalam hal ini adanya fenomena penguapan mimis (evaporasi).
Dari data di atas terdapat 4 buah sampel mimis lokal yang bisa diukur oleh sistem. Keempatnya terjadi pengurangan berat akhir. Jadi dapat disimpulkan memang terjadi evaporasi. Dan keempat sampel tersebut berevaporasi dengan tingkat yang lebih rendah dibandingkan dengan mimis kontrol (<100%).

Kesimpulan
Seluruh mimis yang saya uji lebih lunak daripada mimis JSB Exact RS. Dan bila tingkat kekerasan mimis JSB Exact RS buat kebanyakan orang dianggap aman bagi laras, maka tingkat kekerasan mimis buatan Indonesia yang saya uji dapat dikatakan aman juga bagi laras.
Saya sadari bahwa faktor keamanan bukan semata ditentukan oleh tingkat kekerasan materi. Seringkali masalah yang timbul pada penggunaan mimis lokal, yang saya sendiri alami, adalah ada kalanya mimis ini macet di laras. Mungkin hal ini terkait dengan ketebalan rok mimis dan mungkin ukuran diameter roknya dibanding kaliber laras, juga hal-hal lain yang berkaitan dengan desain dan proses produksinya. Dan sering kali faktor yang menyebabkan kerusakan laras justru bukannya akibat mimis yang macet, tapi usaha ceroboh si penembak untuk melepaskan mimis yang macet sehingga menyebabkan kecacatan laras.
Sampai saat ini kita sudah mengetahui kekerasan materi, keseragaman berat, dimensi dan desain. Kombinasi keseluruhan faktor itulah yang akan menjadi pertimbangan kita untuk memilih mimis yang aman bagi senapan kita.
Pada posting berikutnya dari seri Uji Mimis Lokal ini saya akan melakukan tes akurasi. Terbuka untuk masukkan dan pertanyaan. Semoga berguna.

Bagian 4 Akurasi Jarak Dekat

3 komentar :

Unknown mengatakan...

Terima kasih atas effort dan waktu yang Mas Bima luangkan untuk kami para bedilers tanah air. Saya pribadi juga mengalami konflik batin tentang apakah menggunakan mimis lokal atau import. Kemudian saya mencoba memakai mimis lokal merk A&N EX-10 Heavy karena bentuknya persis sama dengan mimis import H&N Sniper Medium. Hanya saja mimis lokal ini mengkilat! Namun akurasinya bagus lho mas.

Unknown mengatakan...

luar biasa sharing nya, saya vacum lama di bedilers, sebelumnya saya selalu pakai mimis import 10,34 grain, dan karena ada beberapa teman di tempat kerja baru mulai semangat main target an jadi bongkar lagi deh simpanan lama, dan coba ke berat mimis 13 grain an, saya coba mimis lokal 13 grain an kaleng, harga memang terpaut jauh dengan import, akurasi jarak dekat bagus, belum di coba long range nya, cuma ya itu mimis lokal nya terlihat mengkilap sekali, jadi ngeri ngeri sedap juga ini..hehehe, anyway terima kasih sharingnya mas

denni maulana iskandar mengatakan...

Apa benar pakai mimis keras seperti canon expert dome 8,6 grain menyebabkan barrel cepet aus ??? Mohon petunjuknya